Jumat, 05 Desember 2014

Kepada : Diriku Sendiri

Teruntuk kamu yang sedang bimbang dalam menentukan langkah, ketahuilah, apa pun pilihanmu, perjalananmu memiliki akhir.

Bertarung melawan pikiran sendiri memang melelahkan, apalagi bila selalu tertuju pada seseorang. Bagaimana tidak? Memang ada hal lain yang membuat lehermu tercekik oleh isi kepala sendiri selain karena prasangka? Yang membuatmu selalu menerka-nerka esok hari akan seperti apa sehingga banyak pikiran tidak perlu yang muncul dan membuatmu semakin lelah.

Memenuhi ego kadang terasa seperti kebutuhan. Salah satu ego terbesar adalah mencintai seseorang. Apalagi yang bisa kamu perbuat demi hatimu yang mencintai seseorang? Berjuang mendapatkannya atau hanya duduk diam menunggu keajaiban semoga ia tau perasaanmu dan membalasnya?

Sebentar, mari membahas kemungkinan terburuk di antara banyaknya kemungkinan yang ada. Bagaimana bila perjuanganmu gagal? Apakah kamu bersikukuh untuk terus lanjut atau justru memilih pergi? Permasalahan berikutnya adalah, ketika kamu memilih untuk melanjutkan, apakah dia layak untuk diperjuangkan? Apakah ada jaminan perjuanganmu tak sia-sia?

Mencintai seseorang tidaklah pernah mudah, tanpa pamrih bukan berarti tanpa perih. Kadang kamu memaksakan diri untuk berkali-kali berhenti menyerah dalam risiko sakit yang ditanggung sendiri. Cinta memang sebuah anugerah, tetapi tak jarang juga menjadi musibah bila tidak terbalas. Yang pada akhirnya membentuk kamu menjadi masokis yang rela bertahan dalam luka hanya dengan alasan cinta.

“Nggak apa-apa, yang penting aku sayang dia meski segimana pun sakitnya.”

Kamu jadi memiliki kebiasaan buruk menipu diri dan mengabaikan rasa sakit yang menghantam dua kali lipat setiap kali kalimat itu terlintas di dalam benak. Segalanya sudah kamu lakukan hanya demi mendapatkan perhatiannya, bahkan hanya untuk dianggap ada. Bertaruh pada waktu yang penuh rahasia dan melempar dadu harapan yang berisi doa tertinggi; semoga dia menjadi milikmu.

Tapi mau sampai kapan? Keadaan paling sulit adalah membahagiakan seseorang yang tak ingin dibahagiakan.

Kamu tau apa kata lain dari berusaha mencintai orang yang tidak mencintaimu? Ya… Buang-buang waktu, bodoh. Waktu adalah kado terbaik yang disediakan Tuhan, yang bisa diberikan untuk seseorang. Dengan memberikan waktumu, berarti kamu memberikan sesuatu yang tak dapat diulang kembali. Bukankah sebuah hal yang sia-sia kamu memberikan sesuatu yang sangat berharga untuk orang yang nggak pernah sekalipun menghargaimu?

Sebaiknya sejak dini kamu sadari bahwa arah jarum jam tidak pernah melaju ke belakang dan berhenti berotasi untuk hari yang tak bisa diduplikasi. Tentu sudah seharusnya kamu menyayangi dirimu sendiri…, dengan segera berhenti. Berhenti dan pergi untuk menemukan seseorang yang lebih pantas kamu perjuangkan.

Dan, waktu yang tepat untuk pergi adalah… ketika yang kamu dapatkan hanya pengabaian dan ketika mencintai seseorang membuatmu menjadi orang lain, bukan dirimu sendiri.

Diam, ambil napas, lalu berpikirlah. Kamu akan tahu kapan waktu yang tepat untuk pergi. Mantapkan langkah kaki agar kamu tidak berjalan mundur. Percayalah, kamu pantas mencintai dan dicintai orang yang lebih baik, dan semua hanya masalah waktu sampai kamu bertemu dengan orang itu.

Seseorang yang membuatmu merasa pulang ke rumah, saling melengkapi, dan membuat kamu berkata “Cukup, aku berhenti di kamu.”

Bagian tersulit dalam mencintai adalah ketika tidak dicintai.


Berhentilah menjadi naif, cintamu itu pamrih. Ya, cinta kita semua pamrih.